Minggu, 27 Desember 2015

resensi novel: PULANG

Sebuah resensi novel, karya Tere Liye



Judul                                   : Pulang
Penulis                                : Tere Liye
Penerbit                              : Republika
Tahun terbit                         : 2015
Jumlah halaman                   : 400

Tokoh sentral dalam Pulang adalah pemuda bernama Agam. Orang dekat mengenalnya sebagai Bujang, sedangkan di dunia tempat ia berpetualang, julukannya istimewa: “si Babi Hutan” .  karena Bujang adalah tokoh utama, tentunya ia memiliki karakter istimewa yang membuat pembacanya terhanyut. Dan karakter itu sudah ditegaskan oleh sang penulis di halaman pertama, bujang tidak memiliki rasa takut. Selain itu, ia pun digambarkan sebagai tokoh yang cerdas, kuat (fisik dan mental) serta keras kepala.
Ada beberapa fase kehidupan bujang yang diceritakan disini. Pertama, fase awal. Kehidupan masa kecilnya di desa terpencil, dengan kondisi seadanya serta bagaimana mamak dan bapak sang bujang mendidiknya. Kondisi yang pedih. Bukan karena perekonomian yang sulit. Tetapi kepedihan itu bersumber dari masa lalu bapak dan ibunya, samad dan Midah. Samad merupakan keturunan perewa atau bandit-penjahat-preman (apapun sebutannya di tempat lain). Cinta mereka dihujat oleh banyak orang. Hanya karena  Samad adalah keturunan perewa dan dianggap tak pantas menikah dengan putri seorang ulama. Disinilah kita bisa mengambil pelajaran, bahwa keindahan ajaran agama bisa terhapuskan oleh tingkah pongah para penganutnya. Bahkan mengundang kepahitan disepanjang hidup seorang anak manusia. Samad yang berusaha keras menjadi orang baik, berbalik membenci segala hal yang berbau agama, karena ia dianggap sampah hanya karena masalah keturunan.
Fase selanjutnya adalah kehidupan bujang setelah hidup dalam naungan keluarga Tong, salah satu klan penguasa shadow economy di Indonesia. Tempat bapaknya dulu menjadi tukang pukul semasa muda.  Disinilah terkuak kualitas bujang yang luar biasa. Awalnya, sang pemimpin klan, tauke besar ingin mendidik bujang sebagai seorang yang intelek. Ia hanya membolehkan bujang belajar, mengejar pendidikan setinggi-tingginya agar keluarga Tong bisa memperoleh cara untuk melebarkan sayapnya dengan memanfaatkan kecerdasan bujang. Ternyata Tauke Besar mendapatkan lebih dari itu. Bujang tumbuh menjadi “jagal nomor satu”, penyelesai konflik tingkat tinggi. Paduan antara ketenangan, otak cerdas, pengetahuan, serta kemampuan fisik (berkelahi, ilmu ninjutsu, serta ahli menembak) yang istimewa, sehingga ia dikenal oleh para pelaku shadow economy lainnya dengan gelar “si Babi Hutan”.

Lalu, apa kaitan judul dan tema utama PULANG  dalam kisah si babi Hutan ini?
Kalimat PULANG  pertama kali ditekankan oleh Midah ketika ia melepas bujangnya untuk ke kota. Midah berpesan agar bujang menjaga perutnya dari makanan kotor dan haram. Ia berkata:

Berjanjilah kau akan menjaga perutmu dari semua itu bujang. Agar…. Agar besok lusa, jika hitam seluruh hidupmu, hitam seluruh hatimu, kau tetap punya satu titik putih, dan semoga itu berguna. Memanggilmu pulang”

Hikmah dan nasihat dalam PULANG mulai banyak bertebaran dalam fase ketiga. Ketika bujang menghadapi dua macam masa sulit. Yaitu masa ketika ia kehilangan tiga orang yang paling dicintai dan ia hormati, serta masa ketika ia menghadapi pengkhianatan rekan terdekatnya, basyir.
Bapak dan mamaknya meninggal tanpa pernah bisa ia lihat. Bahkan kabar itu hanya ia dapatkan dari dua pucuk surat dari kampung. Hati bujang hancur. Ketika tauke besar meninggal dalam peristiwa pengkhianatan Basyir, bujang pun menyadari bahwa selama ini ia masih punya tiga lapis ketakutan. Ketakutan akan kehilangan Tiga orang tempat hatinya bernaung, yaitu bapak, mamak dan tauke besar. Setelah lapisan terakhirnya rontok, ia kehilangan inspirasi. Ketakutan mulai menghantuinya. ia pun mulai mengalami disorientasi. Tere liye menggambarkannya dengan sangat mengharukan

“aku menangis tersedu tanpa air mata, tanpa suara. Tauke, hiduplah! Jika tauke juga pergi, maka kemana lagi aku harus pulang?”

Nyata benar disini, bujang belum memahami apa makna PULANG yang dulu mamaknya pesankan.
Bujang kehilangan semangat. Putus asa akan kegagalannya membendung pengkhianatan yang menghancurkan keluarga Tong.
Namun dibalik segala kesulitan itu, cahaya datang. Setelah markas keluarga tong hancur, ia dan parwez berlindung di pesantren milik Tuanku Imam. Kakak tertua dari Midah. Ketika mendengar azan disana, bujang selalu gelisah. Badannya menggigil, dadanya sesak, tulangnya ngilu. Tuanku imam mengetahui hal tersebut, ia juga mengetahui segala derita orang tua bujang dan segala kenangan menyakitkan yang dimiliki bujang. Mengalirlah penjelasan dan nasihat yang mulai membuka hati seorang bujang dan membantunya untuk tidak membenci segala kenangan pahit. Melainkan memeluk erat dan menerima seluruh kebencian itu, dan menemukan ketenangan. Tuanku imam juga menjelaskan poin terpenting dari isi novel ini dalam penggalan nasihatnya:  

“Ketahuilah nak, hidup ini tak pernah tentang mengalahkan siapapun. Hidup ini hanya tentang kedamaian di hatimu. Saat kau mampu berdamai, maka saat itulah kau telah memenangkan seluruh pertempuran. Kau membenci suara azan, misalnya, benci sekali, mengingatkan pada masa lalu. Itu karena kau tidak mau berdamai dengan kenangan tersebut. Adzan jelas adalah mekanisme tuhan memanggil siapapun untuk PULANG ke pangkuan tuhan. Bersujud’
“Agam, kembalilah. Pulang kepada tuhanmu. Aku tahu kau tidak pernah menyentuh setetespun minuman keras dan tidak mengunyah sepotongpun daging babi dan semua yang diharamkan agama. Perutmu bersih, itulah cara mamakmu menjagamu agar tetap dekat saat panggilan PULANG telah tiba.

                Itulah pesan utama untuk bujang, untuk KITA. Bahwa tempat PULANG yang sejati hanyalah kepada Tuhan. Sumber ketenangan sejati adalah Tuhan.
                Setelah bujang menemukan semangatnya kembali, mulailah alur ciamik tentang bagaimana bujang merebut kembali keluarga Tong ke tangannya. Ia dibantu oleh beberapa orang kepercayaan dan beberapa sahabat yang bisa diandalkan dalam pertarungan dan pertempuran tingkat tinggi. Sensasinya seperti sedang menonton James Bond yang beraksi, menegangkan!
Rasanya sudah beberapa novelis yang mengangkat judul yang sama. Lalu dimana letak keistimewaan PULANG-nya bang Tere ini?   
Dari awal buku ini terbit, memang langsung ada di list belanja saya. Karena saya yakin, selalu ada yang istimewa dalam setiap karya beliau. Dan saya pun tak kecewa.
Novel ini banyak menggunakan teknik flashback yang sangat manis. Poin yang sangat bagus. Pembaca tidak dibuat bosan dengan alur kehidupan anak manusia yang runut dari kecil-hingga dewasa. Hal paling menarik dalam flashback tersebut adalah, tentu kisah cinta yang pahit antara Samad-Midah serta sejarah leluhur Bujang dari mamak-bapaknya, dua kakek buyut bak langit dan bumi. Tuanku Agam (dari mamaknya) adalah seorang kyai dan pejuang, sedangkan kakek dari samad adalah Perewa nomor satu di tanah sumatera.
Kemudian hal utama yang selalu jadi kekuatan seorang Tere Liye, yaitu pasti ada bab khusus ketika ia menuturkan hikmah, pembelajaran, nasihat dengan kata-kata yang indah namun tetap ringan dan menyentuh hati tanpa terasa sok puitis. Kali ini nasihat tersebut datang dari sueorang Tuanku imam.
Dari teknik flashback, agak mengingatkan saya dengan sudut pandang penceritaan dalam novel “Rembulan tenggelam di wajahmu” sedangkan tokoh Tuanku Imam meningatkan saya kepada Gurutta dalam novel “RIndu” tapi hal ini bukan sesuatu yang mengganggu. Tentu setiap penulis punya cara khasnya masing-masing dalam mengolah kata.
Hanya satu hal yang sedikit mengganjal dalam benak saya. Yaitu alur cerita yang hampir senada dengan “Negeri para bedebah” dan “Negeri di ujung tanduk”. Baik dalam penokohan serta sentuhan action yang hampir serupa, terutama bagian tentang pengkhianatan oleh orang terdekat. Dan bagaimana usaha sang tokoh untuk menebus hal tersebut. Hal ini menimbulkan tuduhan menggelitik dalam benak saya. Jangan-jangan bang tere penggemar cerita spionase dan film action, lalu bang Tere belum puas menulis 2 novel di atas. Jadi di PULANG ini beliau membuat alur yang hampir serupa J. Bagi pembaca yang sudah menikmati 2 novel diatas mungkin agak terganggu, namun bagi yang belum, novel ini sungguh mengasyikkan!.               
                Novel ini highly recommended buat pembaca yang sering galau karena merasa hidupnya penuh kenangan menyakitkan, penggemar cerita petualangan, penggemar cerita cinta yang pahit-sederhana-tapi manis, serta pembaca yang ingin membaca novel penuh nasihat, tanpa merasa sedang dinasihati.
Namun untuk pembaca yang mengharapkan romantisme klise percintaan antara muda-mudi, siap-siap kecewa ya. apalagi kepo tentang kisah cintanya sang “Babi Hutan”. (mungkin bang tere bersedia membuat sekuelnya? Who knows?)





Review novel : INFERNO

Judul buku                     : Inferno
Penulis                          : Dan Brown
Penerbit                         : Bentang Pustaka
Tahun terbit                   : 2015
Jumlah halaman : 644



Bagi penggemar novel yang bergenre lengkap, karya Dan Brown selalu dinanti. Ia selalu menyuguhkan cerita apik gabungan antara roman, thriller, action, sejarah, dan seni pastinya. Kali ini, Dan Brown mengajak kita untuk mempelajari (lagi) salah satu karya seni fenomenal dalam sejarah, yaitu The Divine Comedy, puisi Epik karya Dante Alighieri yang menceritakan tentang Inferno, dunia-bawah yang menggambarkan neraka sebagai struktur yang rumit serta dihuni oleh entitas-entitas yang dikenal sebagai “arwah”- jiwa tanpa raga yang terperangkap  di antara kehidupan dan kematian. The Divine comedi merupakan bagian pertama. Sedangkan bagian kedua berjudul Purgatorio (Penebusan) dan bagian ketiga berjudu Paradiso (Surga).
Interpretasi Inferno karya Dante ini kemudian dituangkan oleh salah satu seniman besar yang bernama Botticelli yang melukiskan bagaimana gambaran tingkatan neraka versi Dante. Lukisan yang terkenal dengan nama La Mappa dell’Inferno atau dalam bahasa Inggris disebut dengan: Map of Hell. Map of Hell karya Botticelli ini digambarkan sebagai irisan-melintang di bumu denga lubang besar berbentuk corong yang kedalamannya tak terhingga. Lubang neraka ini dibagi menjadi teras-teras menurun dengan penderitaan yang semakin hebat. Setiap tingkat dihuni oleh masing-masing jenis pendosa yang tersiksa.
Cover buku ini suram, menggunakan warna-warna gelap yaitu coklat, hitam dan merah marun, serta menampilkan sesosok wajah (Wajah Dante). Untuk novel thriller, tentu layout ini sangat cocok dengan isi novelnya. Tapi mungkin bagi pembaca yang belum mengenal nama Dan Brown atau belum pernah membaca satupun karyanya, cover semacam ini akan mudah terabaikan begitu saja di rak toko buku jika tidak diletakkan di lokasi yang mencolok mata. Apalagi jika melihat harga bukunya yang “Lumayan”.

Dan Brown membuka novel dengan unik. Biasanya, Mr.Robert Langdon (sang tokoh utama) dalam beberapa pembukaan Novel lainnya memulai awal petualangannya dengan mendapat permohonan, permintaan atau semacamnya, dari seseorang untuk memecahkan suatu permasalahan. Tetapi kali ini, ia terbangun di satu kamar rumah sakit dalam keadaan amnesia dan tiba-tiba harus terlibat kejadian menegangkan. Dokter yang merawatnya ditembak di depan matanya, ia dapat selamat karena bantuan dari Sienna Brooks. Dokter yang ada di kamar perawatan Langdon. Amnesia Langdon inilah yang merupakan kunci utama Dan Brown dalam menyusun cerita yang sebenarnya sederhana, pendek, menjadi panjang dan menegangkan. Setelah lolos dari rumah sakit, dimulailah pelarian-pelarian selanjutnya untuk menghindari seorang pembunuh yang mengincar nyawanya. Seperti biasa, dalam pelarian ini kita disuguhi banyak fakta sejarah, serta berlimpahan karya seni abad pertengahan yang menakjubkan.

Daya tarik utama dalam setiap novel dan Brown adalah pertama berbagai informasi yang berharga. Kali ini, kita disuguhi fakta-fakta tentang sejarah, wabah kematian hitam yang pernah memusnahkan sebagian populasi manusia di benua Eropa, serta fakta mengejutkan tentang ganasnya pertumbuhan (atau ledakan) jumlah manusia di muka bumi ini. Bencana global akibat ledakan penduduk  itulah yang menjadi  tema utama dalam novel ke-4 Dan Brown ini.  Kali ini Dan Brown menghadirkan seorang ilmuwan, doktor ahli rekayasa genetika bernama Dr Zobrist yang sangat peduli akan masa depan kehidupan di bumi jika pertumbuhan penduduk menjadi tidak terkendali. Ia pun menciptakan Virus yang ia anggap merupakan solusi cepat-mudah dan murah bagi masalah tersebut. Ide Zobrist ditentang oleh Direktur utama WHO, Elizabeth Sinskey. Hal ini menimbulkan ironi dan pertanyaan baru bagi pembacanya. Kamu berpihak kemana? Mana yang paling mungkin dilakukan? Teori Zobrist atau Sinskey? . Selain itu, ada juga fakta tentang Konsorsium, organisasi  yang bergerak dalam bidang manipulasi informasi, alias penyedia informasi sesat. Saya yang kurang update ini, baru tahu, ternyata ada bisnis semacam ini. Konsorsium berperan sangan penting dan berkelindan erat dengan amnesia yang dialami oleh Langdon.

Kedua adalah bertebarannya karya seni dan tempat-tempat eksotis dalam novel. Dalam Inferno, kita diajak untuk berpetualang mencari keberadaan topeng kematian Dante ke kota tua yang indah, Florence. Dan Brown menggambarkan dengan sangat detail bangunan bersejarah, serta karya seni di dalamnya sehingga pembaca dapat merasakan sensasi seakan-akan kita benar benar ada di sana. Petunjuk keberadaan topeng Dante tersebut ada di dalam gambar ilustrasi Inferno yang telah dimodifikasi oleh seseorang, dan harus ia pecahkan kodenya. Dalam usaha memecahkan kode peta inferno inilah kita diperkenalkan dengan sosok seniman terkenal, Dante Alighieri serta berbagai karya seni yang terinspirasi oleh karya-karya Dante. By the way topeng kematian tu agak-agak serem ya.. ini penampakannya


           
Dan Brown memang seorang penulis yang penuh kejutan. Ketika saya menikmati The Da Vinci Code, Deception Point dan Angels and Demons saya selalu tertipu dengan karakter antagonis-protagonis di  dalamnya. Dan Brown begitu piawai menuliskan karakter dari tokoh dalam novelnya sehingga kita pun tertipu dan terkaget-kaget. Orang yang kita anggap penyelamat, jagoan, alamaaaaak ternyata dialah penjahatnya!. Saat saya membaca The Last Symbol, saya berhati-hati betul, supaya tak berprasangka tentang siapa tokoh protagonis dan antagonisnya. Dan ternyata saya dipermainkan lagi oleh sang penulis. Katakter antagonis dan protagonis  sudah sudah nyata-nyata ditampakkan sejak awal novel. Betapa meyebalkannya kau mister!

Nah, dalam inferno ini, Dan Brown menunjukkan kembali kejeniusannya sebagai penulis. Kali ini twist yang menipu pembaca bukan hanya di tokoh, tapi alur cerita. Alur cerita yang digunakan oleh penulis dalam Inferno ini sangat menarik. Dalam novel Dan Brown, Pelarian tokoh utama dari tokoh penjahat sudah biasa dan mungkin di awal novel, pembaca yang sudah khatam karya Dan Brown akan mudah bosan dan berburuk sangka, mengira bahwa Inferno jalan ceritanya hanya begitu-begitu saja. Tapi alurnya menjadi tidak biasa dan penuh kejutan  ketika ternyata semua pelarian Langdon ternyata hanya dagelan semata. Saya sampai mengomel sekaligus tertawa sendiri membacanya Kenapa bisa begitu? Kejutan dong.. silahkan baca sendiri supaya lebih puas. J

Depok, 21 Desember 2015
coba-coba buat Blog baru, karena yang lama terlalu ribet