Rabu, 13 Januari 2016

Masa Penantian

Memasuki tahun 2016, banyak film dan buku ayang masuk waiting list saya
Buku paling ditunggu tentu Intelegensi Embun Pagi (IEP) karya mak  Dewi Lestari (Dee). Kangen berat sama Zarah amala. <3 :) 
Tapi karena belum jelas kapan terbitnya (katanya sih,,akhir trimester awal 2016), sementara saya PO Hujan-nya bang Tere Liye dan novel Muhammad sang penggenggam Hujan karya Tasaro GK. baru kali ini  saya coba baca karya beliau. Kalau Muhammad 3 isinya bagus, saya akan coba koleksi 2 seri sebelumnya. 
Berhubung masih PO dan bukunya belum sampai, jadi isi dan review belum bisa diposting yaa. 

Minggu, 03 Januari 2016

catatan ibu hamil : Blighted Ovum

Catatan ibu hamil
Setiap peristiwa ada sebab-akibatnya
Setiap rasa sakit ada penawarnya- setiap kesulitan pasti diikuti kemudahan yang membahagiakan
Alhamdulillah hari ini saya masih diberi kesempatan dan kelimpahan rezeki dari Allah (yang kebanyakan gratis malah) anugerah kesempatan, anugerah bernafas, oksigen melimpah, fungsi organ tubuh yang berjalan baik, dan tentu saja nikmat merasakan gerakan-gerakan kecil di perut buncit saya ini. Setiap saya merasakan gerakan itu, saya selalu mengucapkan rasa syukur yang tak terhingga, teringat pengalaman kehamilan pertama saya yang bisa dibilang agak menegangkan. Saya mengalami BO (Blighted Ovum) atau biasa disebut kehamilan kosong.
Sebagai pasangan muda, kami memang tak terlalu ngoyo masalah memiliki momongan. Dikasih cepat Alhamdulillah¸ menunggu pun tak apa (asal jangan terlalu lamaaa :D). saat usia pernikahan 3 bulan, tepatnya bulan September 2014, Alhamdulillah saya dinyatakan positif hamil. Senang? Tentu, kami sangat bersyukur. Walaupun dalam hati saya masih agak was-was, maklum belum berpengalaman. Selain itu, saya agak kepikiran dengan aktivitas saya yang –lumayan- padat. Mengajar MI dari pukul 07.00-14.30 dan MTs sampai pukul 16.00 WIB. Setelah itu saya bantu-bantu suami menyiapkan keperluan berdagang sampai magrib, ba’da magrib mengajar privat, setelah itu ikut nongkrong di warung sampai kira-kita pukul 22.00. Tapi saya berusaha yakin Insya Allah bisa dan kuat.
Menjalani kehamilan trimester pertama itu luarrrr biasa. Terutama mual dan pusingnya. Saya tak mampu masuk dapur, pasti pusing dan muntah-muntah mencium baunya. Apalagi memasak, gak kuaaaat. Saya berusaha mengatasi semua keluhan hamil muda itu. Berusaha mengajar seperti biasa, walaupun lemaaaas, tetap mengendarai motor kemanapun, tetap bantu-bantu di warung walaupun kadang hampir kepingin menangis karena kelelahan. Kami memang berkomitmen untuk mandiri, sehingga tinggal terpisah dari orang tua, dan baru merintis usaha sendiri. Tak tega rasanya saya meninggalkan suami berdagang sendirian. Karena kalau sedang ramai, pelanggan nasi uduk kami berjubel, antriannya panjang, sampai suami kewalahan Alhamdulillah, padahal usaha kami baru berjalan kira-kira 6 bulanan. Karena suami saya pun belum benar-benar memahami bagaimana seharusnya memperlakukan ibu hamil, dia tak pernah melarang apapun. Mungkin terkesan agak cuek dan tidak rempong ataupun protektif, Tapi itu memang wajar, mengingat kami belum punya pengalaman apapun tentang menjaga makhluk kecil dalam rahim saya ini.
Lalu hari itu datang. Hari ahad 5 Oktober 2014. Tepat di hari raya Idul adha
Ba’da magrib saya dan suami berangkat ke Ciputat, teman-teman TPQ Fathullah -tempat saya pernah mengajar- puny agenda rutin bakar-bakar sate. Okelah saya datang, acaranya ba’da isya sehingga saya mampir ke kosan teman yang pengantin baru. Ngasih kado pernikahan sekaligus silaturahmi. Disana saya merasakan keganjilan, perut saya agak mulas. Saya pun menumpang ke kamar kecil dan memeriksa. Teryata ada sedikit darah kecoklatan alias flek.
Jujur, saya shock, agak tegang. Tapi saya berusaha husnuzzhan. Mungkin hanya kelelahan atau ada faktor lain. Akhirnya saya putuskan untuk cek ke bidan terdekat. Kami pun meluncur ke Bidan Marlina, (dekat fly over pasar ciputat). Disana saya hanya disarankan untuk beristirahat, bedrest dan diberi obat penguat. Saya pun ambil cuti 3 hari dari sekolah, beristirahat di rumah. Tapi karena saya biasa gak bisa diam, tetap saya di rumah saya mencuci, cuci piring, menyapu, alias tetap beres-beres rumah seperti biasa. Kami berdua belum memahami benar-benar apa itu makna bedrest.
Selama hari Senin-Rabu saya bukan merasa lebih baik, malah mulas yang saya alami menjadi semakin parah. Akhirnya kami memutuskan untuk melakukan USG. Dan……….. dokter dengan begitu lugasnya langsung memvonis saya mengalami kehamilan kosong, alias Blighted Ovum (biasa disingkat BO). Janin saya tak berkembang, tak tertolong, kalau fleknya berlanjut dengan pendarahan hebat harus segera melakukan kuretase. Kalaupun pendarahan tidak berlanjut, harus menunggu 2 minggu dan  USG ulang, jika tak ada perubahan harus tetap dikuret. Saya shock. Tidak siap dengan kemungkinan tersebut. Dari awal kehamilan, saya selalu meyakini bahwa saya dan calon bayi akan sehat tanpa mau bersusah hati memikirkan atau mencari info kemungkinan-kemungkinan seperti ini.
Penampakan kantung rahim setelah USG


Akhirnya setelah vonis itu, kami berdua baru tergopoh-gopoh mencari informasi tentang BO, dan suami pun –atas saran keluarga- mengusahakan untuk membuat kartu BPJS (saat itu di daerah kami belum banyak yang menggunakan layanan BPJS) , sambil berdoa semoga janin kami masih bisa dipertahankan. Saya pun  memperpanjang izin sampai 1 minggu. Hari kamis, Setelah pulang dari dokter kandungan mulas saya semakin menjadi-jadi, tetapi belum terjadi pendarahan sehingga saya hanya berbaring dan berzikir untuk menahan rasa sakitnya.
Malamnya, pendarahan mulai keluar, saya dan keluarga panik, kami pun terburu-buru menuju RSUD di kota kami. Disana saya dan suami sangat jengkel dengan pelayanan yang minim, serta perawat yang masya Allah judesnyaaa. perawat tersebut mengecek jalan lahir, memasukkan 2 jarinya begitu saja (tanpa peringatan) membuat saya kaget luar biasa. Ia  bilang belum ada pembukaan, jadi belum bisa ditangani. Saya hanya diberi obat penghilang rasa sakit, yang dimasukkan melalui dubur, setelah itu disuruh pulang. Ya… disuruh pulang. Saya yang sudah kehabisan tenaga, hanya bisa mengikuti apa kata dokter dan keluarga besar saja.  
Blighted ovum adalah keadaan dimana seorang wanita merasa hamil tetapi tidak ada bayi di dalam kandungan.Seorang wanita yang mengalaminya juga merasakan gejala-gejala kehamilan seperti terlambat menstruasi, mual dan muntah pada awal kehamilan (morning sickness), payudara mengeras, serta terjadi pembesaran perut, bahkan saat dilakukan tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium hasilnya pun positif.
Pada saat konsepsi, sel telur (ovum) yang matang bertemu sperma. Namun akibat berbagai faktor maka sel telur yang telah dibuahi sperma tidak dapat berkembang sempurna, dan hanya terbentuk plasenta yang berisi cairan. Meskipun demikian plasenta tersebut tetap tertanam di dalam rahim. Plasenta menghasilkan hormon HCG (human chorionic gonadotropin) dimana hormon ini akan memberikan sinyal pada indung telur (ovarium) dan otak sebagai pemberitahuan bahwa sudah terdapat hasil konsepsi di dalam rahim. Hormon HCG yang menyebabkan munculnya gejala-gejala kehamilan seperti mual, muntah, ngidam dan menyebabkan tes kehamilan menjadi positif. Karena tes kehamilan baik test pack maupun laboratorium pada umumnya mengukur kadar hormon HCG (human chorionic gonadotropin) yang sering disebut juga sebagai hormon kehamilan.
Hingga saat ini belum ada cara untuk mendeteksi dini kehamilan blighted ovum. Seorang wanita baru dapat diindikasikan mengalami blighted ovum bila telah melakukan pemeriksaan USG transvaginal. Namun tindakan tersebut baru bisa dilakukan saat kehamilan memasuki usia 6-7 minggu. Sebab saat itu diameter kantung kehamilan sudah lebih besar dari 16 milimeter sehingga bisa terlihat lebih jelas. Dari situ juga akan tampak, adanya kantung kehamilan yang kosong dan tidak berisi janin.
Karena gejalanya yang tidak spesifik, maka biasanya blighted ovum baru ditemukan setelah akan tejadi keguguran spontan dimana muncul keluhan perdarahan. Selain blighted ovum, perut yang membesar seperti hamil, dapat disebabkan hamil anggur (mola hidatidosa), tumor rahim atau penyakit usus.
Sekitar 60% blighted ovum disebabkan kelainan kromosom dalam proses pembuahan sel telur dan sperma. Infeksi TORCH, rubella dan streptokokus, penyakit kencing manis (diabetes mellitus) yang tidak terkontrol, rendahnya kadar beta HCG serta faktor imunologis seperti adanya antibodi terhadap janin juga dapat menyebabkan blighted ovum. Risiko juga meningkat bila usia suami atau istri semakin tua karena kualitas sperma atau ovum menjadi turun.
Jika telah didiagnosis blighted ovum, maka tindakan selanjutnya adalah mengeluarkan hasil konsepsi dari rahim (kuretase). Hasil kuretase akan dianalisa untuk memastikan apa penyebab blighted ovum lalu mengatasi penyebabnya. Jika karena infeksi maka dapat diobati sehingga kejadian ini tidak berulang. Jika penyebabnya antibodi maka dapat dilakukan program imunoterapi sehingga kelak dapat hamil sungguhan.
Jumat, hari bersejarah, menyedihkan, sekaligus agak lucu untuk dikenang
Setelah diberi obat penghilang rasa sakit, saya pun bisa memejamkan mata, karena memang mulasnya hilang, hanya pendarahan yang belum mau berhenti. Pukul 10.00 WIB teman-teman mengajar saya pun datang menjenguk. Alhamdulillah saya merasa sangat terhibur, karena canda tawa mereka. Namun ternyata Allah memang punya skenario istimewa dengan hadirnya teman-teman saya ini. Pukul 11.30 ketika para lelaki di sekitar rumah sudah berangkat shalat jumat, efek obat pudar, saya tak kuasa menahan sakit, mulasnya datang dengan lebih dahsyat. Pendarahan semakin banyak. Mama saya yang sedang momong adik yang baru 1 tahun kebingungan, tak berpengalaman, tak tahu harus bagaimana. Untunglah masih ada teman-teman guru di sisi saya. Alhasil merekalah yang luar biasa cekatan mengurus saya. Mencarikan klinik terdekat, memesan taksi, sampai menggotong saya yang sudah tak bertenaga ke depan gang, menuju taksi (gang rumah saya sempit, hanya muat 1 sepeda motor saja). suami saya yang masih mengurus pengambilan karti di kantor BPJS, tak bisa dihubungi, sedang shalat rupanya. Kalau diingat-ingat sekarang, jujur saya geli sendiri, membayangkan diri saya merintih-rintih sambil digotong. Duh, malunya!.  (terimakasih tak terhingga untuk rekan guruku  tersayang… Bu Niar, Bu Nur, Bu Sarah, Bu Hj. Dewi, Bu lia I love you All J)
Sesampainya di klinik pukul 13.30, ternyata, oh ternyata dokter kandungannya belum hadir karena masih menangani pasien. Saya baru bisa ditindak jam 15.30. saya pun menunggu lagi, dengan menahan sakit yang luar biasa. Alhamdulillah karena kelelahan Allah memberi saya kesempatan untuk ketiduran selama  90 menit. Jadi waktu menuggu yang menyakitkan agak berkurang.
Jujur…. Sedari kecil saya amat takut dengan jarum suntik. Ketika tahu saya akan dikuret pun, saya ketakutan, takut prosesnya akan menyakitkan. Ternyata segala rasa cemas dan takut itu sudah tergilas habis oleh rasa sakit akibat kontraksi yang saya alami. Yang ada di pikiran saya hanya satu. Bagaimanapun caranya ya Allah.. tolong sudahi rasa mulas ini. Dibanding mulas yang menyiksa, suntik dan tetek bengek lainnya ternyata hanya persoalan kecil saja. tak ada setitik kecil rasa sakitnya bila dibandingkan.
Setelah setengah jam yang menyiksa, dengan pendarahan yang terus-menerus (sensasinya luarrrrrr biasa) dokter pun datang, saya dibius dan dimulailah prosedur kuret. Karena bius total, saya tak merasakan apapun. Tahu-tahu saya bangun tidur dan semuanya sudah selesai. Mulas sudah tak terasa, pendarahan sUdah berhenti keluar. Hanya sisa sisa sedikit saja. saya masuk ruang perawatan, bersih-bersih, ganti baju dan  dirawat hanya 1 malam saja. sabtu pagi sudah boleh pulang. Alhamdulillah
Tahukah kawan, bagi seorang perempuan yang mengalami keguguran, bukan rasa mulas atau sakitnya yang paling menghancurkan. Tapi rasa kehilangan yang paling terasa menyakitkan. Pasti ada pertanyaan-pertanyaan negatif yang menghantui tentang Kenapa saya harus mengalami ini?. Saya pun sama, beberapa hari kondisi mental saya drop, menangisi sisa-sisa janin saya yang sudah terkubur, merasa bersalah karena tak bisa menjaganya dengan baik. Apalagi jika ada teman, tetangga atau kerabat yang kembali menanyakan kronologi kejadiannya, atau menanyakan kabar dan tiba-tiba berkata “kamu sih, lagi hamil bukannya di jaga! Malah sembarangan”. Duh!, nyeri rasanya hati ini.
Tapi Alhamdulillah seperti kata pepatah, biarlah waktu yang membasuh segala luka (hmmm), pelan-pelan saya bisa move on. Dan saya pun sudah bertekad tak ingin lama-lama tenggelam dalam kesedihan. Setelah sedihnya reda, ternyata banyaak hikmah dan pelajaran yang ada dibalik semua kesedihan itu. Kami sebagai calon orang tua lebih siap baik secara financial, mental, maupun informasi dengan berbagai hal tentang kehamilan, dan suami pun jadi jauuuh lebih perhatian dan care  katika saya mengandung kembali. J